Tampilkan postingan dengan label Materi Bhs Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Materi Bhs Indonesia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Agustus 2013

MATERI BAHASA INDONESIA SMK KELAS X (BAB 8)


BAB 8
MENGGUNAKAN KALIMAT DENGAN JELAS, LANCAR,
BERNALAR DAN WAJAR

A. Tekanan, Intonasi, Nada, Irama, dan Jeda
Dalam penggunaan kalimat secara lisan kita dituntut kejelasan dan kelancaran agar kalimat tersebut dengan cepat mudah dipahami. Untuk itu tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang telah kita pelajari pada semester ganjil sangat perlu untuk diperhatikan dan diterapkan dalam penggunaan kalimat.
.”Diam semua. Tiba-tiba meledak tawa mereka bersama-sama.


Di samping tekanan, intonasi, nada, dan irama, unsur suprasegmental yang perlu diperhatikan dalam berbicara khususnya pengucapan kalimat ialah jeda atau penghentian. Jeda berfungsi menandakan batasan kalimat. Dalam tulisan, jeda ditandai dengan spasi atau tanda baca titik (.), koma (,), garis miring (/), atau tanda pagar (#). Jeda juga dapat digunakan untuk membuat sebuah kalimat panjang menjadi dua kalimat pendek tanpa mengubah pengertian.

Contoh :
Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet yang membuat gempar penduduk sekitarnya. Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet. Kejadian itu membuat gempar penduduk sekitarnya. Dalam bahasa lisan, aspek yang menjadi unsur gramatikal cenderung tersirat. Faktor pendukung yang digunakan adalah pola tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda selain ekspresi dan gerakan. Penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat membuat kalimat yang diucapkan mudah dipahami serta terhindar dari kesalahpahaman atau salah nalar. Pengucapan kalimat dengan tekanan, intonasi, nada, dan irama serta jeda yang tepat sesuai maksud yang ingin diungkapkan membuat kalimat menjadi jelas, lancar, bernalar, dan wajar.

B. Membaca Indah
Kata-kata yang indah merupakan ciri laras bahasa sastra. Yang termasuk sastra ialah prosa, puisi, dan drama. Ketiga bentuk sastra tersebut tidak saja dapat dibaca untuk diri sendiri, tapi juga dibacakan untuk orang lain atau dipertunjukkan. Selain pementasan drama, banyak akhir-akhir ini yang mengadakan acara pembacaan puisi atau cerpen.
Di samping dibutuhkan penghayatan terhadap isi atau kandungan karya sastra, pembacaan karya sastra juga perlu memahami tokoh, watak, gaya bahasa, dan maksud setiap ucapan tokohnya dalam percakapan atau dialog.

Saat membacakan percakapan atau dialog penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda harus diperhatikan. Penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat membuat pendengar dapat menikmati pembacaan karya sastra dengan memahami jalan cerita serta unsur-unsur intrinsiknya seperti tema, tokoh, watak tokoh, setting, amanah, sudut pandang, dan gaya bahasa.

Khusus karya sastra berbentuk puisi, pembacaannya harus memerhatikan unsur-unsur pembangun puisi, misalnya diksi (pilihan kata), gaya bahasa, tipografi, persajakan (rima), dan pencitraan. Di dalam puisi, tokoh biasanya tersembunyi sehingga pembaca puisi harus memahami terlebih dahulu tema puisi dan pesan yang ingin diungkapkan dalam puisi tersebut. Tema dan kandungan isi dapat ditelaah lewat judul, pilihan kata, dan simbol-simbol yang digunakan pada puisi. Pemakaian kata dalam puisi tidak sepenuhnya bermakna denotasi, tapi dapat bermakna konotasi atau kias. Kata-kata bermakna kias atau idiom serta bentuk ungkapan metaforis lainnya harus dipahami terlebih dahulu. Pemahaman terhadap isi puisi dan kata-kata yang digunakan, mendorong seseorang untuk terampil memberikan tekanan, intonasi, nada, dan irama pada pembacaan setiap larik puisi. Demikian pula pada kata atau kelompok kata yang merupakan kesatuan arti, pembaca dituntut berhati-hati dalam memberikan jeda atau penghentian sehingga tidak mengaburkan arti.

Berikut ini, hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membaca puisi.
  1. Bacalah secara keseluruhan puisi tersebut untuk menangkap kandungan maknanya secara umum.
  2. Pahami maksud dari setiap lirik.
  3. Pahami suasana puisi yaitu, haru, kecewa, semangat, dan sedih.
  4. Perhatikan rima persamaan bunyi.
  5. Perhatikan perulangan kata yang ada bentuk repetisi.
  6. Berikan tanda jeda pada kata-kata, frasa, atau klausa yang mengandung kesatuan arti.
  7. Berikan aksen pada kata yang diulang.
  8. Perhatikan kata-kata yang bermakna kias.Contoh penandaan aksentuasi pada puisi : (DCD, 1959 : 13)
B. Membaca Teks Pengumuman
Teks pengumuman bersifat informatif, yakni apa yang ada dalam teks pengumuman harus diketahui oleh khalayak yang dituju. Oleh karena itu dalam membacakan pengumuman tidak boleh asal mengucapkan huruf-huruf/lafal saja yang jelas, akan tetapi harus doperhatikan: tekanan, intonasi, jeda, dan iram, serta tampak bagian-bagian yang harus diberi tekanan yang merupakan bagian penting dari isi pengumuman tersebut. Selengkapnya hal-hal yang harus diperhatikan dalam membaca teks pengumuman adalah sebagai berikut:
  1. Membacakannya dengan suara yang cukup didengar para pendengar.
  2. Kata pengumuman yang biasanya ditulis sentering diberikan aksen pada awal dan suku akhirnya 3. Kata atau frasa yang menjadi hal penting diberikan aksen (tekanan)
  3. Perincian dibaca dengan tempo yang lebih lembut
  4. Kalimat yang panjang dibaca per frasa atau klausa
  5. Perhatikan tanda baca seperti tanda titik(.), koma(,), tanda titik koma(;)dsb.
  6. Dalam setiap frasa atau klausa yang biasanya dijeda karena terdapat koma(,) diberi aksen menarik atau diucapkan lebih panjang.
:Contoh : PENGUMUMAN
Membaca pidato tidak jauh berbeda dengan membaca teks pengumuman. Pada dasarnya pengucapannya dinyatakan dengan jelas dan lancar.



Semoga bermanfaat....

MATERI BAHASA INDONESIA SMK KELAS X


BAB XII
MEMBUAT PARAFRASE
A. Memahami Parafrasa
Pernahkah Anda mendengar istilah parafrasa? Istilah parafrasa mungkin sering muncul dalam pembahasan puisi. Salah satu cara untuk memahami puisi adalah dengan membuat parafrasa terhadap puisi tersebut, yaitu dengan menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas kalimat pendek yang menjadi ciri khas
puisi. Setelah ada penambahan, puisi tersebut berubah menjadi uraian prosa atau cerita. Artinya, wajah asli puisi tersebut telah berubah menjadi prosa, namun kandungan makna atau pengertian dari isi puisi tidak berubah. Hal seperti itulah yang disebut parafrasa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, parafrasa adalah penguraian kembali suatu teks atau karangan dalam bentuk atau susunan kata yang lain dengan maksud dapat menjelaskan maknanya yang tersembunyi. Pengungkapan kembali suatu tuturan dan sebuah tingkatan atau macam bahasa tertentu menjadi macam yang lain tanpa mengubah pengertiannya.
Membuat parafrasa bukan hanya pada puisi ke prosa saja, tapi juga bentuk bahasa yang lain, seperti mengubah penggunaan kata kepada kata yang sepadan atau bersinonim, mengubah kalimat aktif menjadi bentuk pasif, kalimat langsung menjadi tidak langsung, mengubah bentuk uraian menjadi bentuk ungkapan atau peribahasa yang memiliki kesamaan arti. Pada tataran wacana yaitu mengubah wacana panjang menjadi bentuk rangkuman atau ringkasan. Dalam karya sastra, mengubah puisi ke prosa atau sebaliknya, mengubah bentuk dialog drama ke prosa atau sebaliknya. Jadi, pada hakikatnya parafrasa adalah mengubah atau mengalihkan suatu bentuk bahasa menjadi bentuk bahasa yang lain tanpa mengubah pengertian atau kandungan artinya. Parafrasa juga termasuk menceritakan kembali sesuatu yang telah didengar ke bentuk tulisan atau mengalihkan bentuk bahasa lisan ke bentuk bahasa tulisan. Misalnya, seseorang diperdengarkan sebuah cerita kemudian ia mencoba menguraikan kembali cerita tersebut dalam bentuk wacana atau karangan. Tentunya penggunaan kalimat dan pilihan katanya tidak sama dengan cerita aslinya karena dituangkan dengan menggunakan bahasa sendiri, namun inti cerita tidak berubah.
Pada pembahasan kali ini, akan diuraikan cara membuat parafrasa dari sebuah wacana atau teks tertulis ke bentuk yang lebih ringkas. Hal-hal apa yang harus diperhatikan dan bagian-bagian mana yang harus diabaikan sehingga terjadi perubahan bentuk dengan tetap mempertahankan ide atau gagasan pokok sesuai teks aslinya.

B. Cara Memparafrasa Wacana
Wacana atau teks tertulis merupakan bentuk karangan yang terbagi atas beberapa paragraf. Setiap paragraf terdiri atas unsur kalimat utama dan kalimat penjelas seperti yang telah diuraikan pada Bab 10. Kalimat-kalimat penjelas dapat berupa uraian yang penting dapat juga hanya perincian yang mengungkapkan contoh, ilustrasi, dan perumpamaan-perumpamaan. Kita harus tahu mana bagian yang berisi hal-hal pokok atau penting dan mana yang bukan. Untuk memparafrasakan sebuah teks tertulis, langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
  1. Bacalah teks yang akan diparafrasa secara keseluruhan.
  2. Pahami topik atau tema dari teks tersebut untuk teks berbentuk narasi pahami pula alur atau jalan ceritanya.
  3. Carilah kalimat utama pada setiap paragraf untuk menemukan gagasan atau ide pokok paragraf tersebut.
  4. Catatlah gagasan pokok setiap paragrafnya.
  5. Perhatikan kalimat penjelas, pilahlah kalimat penjelas yang penting dan buanglah yang hanya berupa ilustrasi, contoh, permisalan, dan sebagainya
  6. Pilihlah kata atau kalimat yang efektif untuk menceritakan kembali. Jika perlu gunakan kata yang sepadan atau ungkapan yang lebih mewakili pengertian yang panjang, tetapi dapat dipahami.
  7. Jika ada kalimat langsung, ubahlah menjadi kalimat tidak langsung agar lebih singkat.
  8. Ceritakan atau uraikan kembali dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan ringkas.
Di bawah ini adalah contoh sebuah wacana dan proses parafrasanya.
Kewirausahaan merupakan fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang tersebar dan berkelanjutan, serta memperkuat proses demokratisasi suatu bangsa. Pengembangan kewirausahaan bermakna strategis bagi kemakmuran dan daya saing suatu bangsa. Hasil studi ACG Advisory Group mengindikasikan pendidikan formal secara umum berpengaruh terhadap kemampuan berwirausaha, tapi belum mampu menstimulan peserta didik memiliki kemauan berwirausaha. Hal ini disebabkan pendidikan formal di Indonesia saat ini hanya berfokus pada upaya mengembangkan sisi pengetahuan peserta didik memahami bagaimana suatu bisnis seharusnya dijalankan dan bukan pada upaya mengembangkan sisi sikap untuk berwirausaha serta pengalaman berwirausaha.
Fenomena ini disebabkan sistem pendidikan di Indonesia yang lebih menekankan pada sisi hard skill daripada soft skill sehingga sisi kognitif peserta didik yang lebih diutamakan daripada sisi afektif dan psikomotoriknya (Lead Education 2005). Akibatnya, lulusan pendidikan formal secara umum memiliki pemahaman pengetahuan yang relatif baik mengenai kewirausahaan, tapi tidak memiliki keterampilan dan mind-set berwirausaha.
Pendidikan ’pengetahuan’ kewirausahaan telah diajarkan secara intrakurikuler baik sebagai mata kuliah/mata pelajaran yang tersendiri maupun sebagai bagian (topik bahasan) dari mata kuliah/mata pelajaran dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. Sayangnya, pembahasan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal lebih didasarkan pada mengajarkan substansi buku teks, daripada memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik untuk berwirausaha sehingga tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap agar peserta didik memiliki kemauan dan kemampuan berwirausaha. Fenomena ini dibuktikan dari banyaknya lulusan perguruan tinggi yang menganggur (11,7% dari 6 juta orang lulusan perguruan tinggi), dan hanya kurang dari 5% lulusan perguruan tinggi yang akhirnya membuka usaha sendiri.
Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat untuk kuliah perlu diubah untuk mengurangi pengangguran lulusan perguruan tinggi pada masa mendatang. Kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis pengetahuan perlu diubah ke arah kurikulum yang berbasis kompetensi dan mendidik kemandirian. Pengembangan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan pertambahan masalah pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia pada masa mendatang.
Perubahan kurikulum ini memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif dan praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik, serta peningkatan kualitas guru dalam memahami kewirausahaan dan keterampilan teknis lainnya. Guru diharapkan mampu membekali keterampilan praktis kepada siswa didiknya yang bermanfaat untuk membuka usaha, seperti : pendidikan memasak, menjahit, membuat kerajinan tangan, dan sejenisnya. Perubahan pola pendidikan ini akan menghasilkan lulusan pendidikan formal yang memiliki pola pikir untuk berwirausaha serta mempunyai keterampilan dasar yang bermanfaat untuk berwirausaha kelak di kemudian hari. (Dikutip dari tabloid Flo dengan sedikit perubahan, 14 April 2007)

Hal-hal pokok yang terdapat dalam wacana di atas adalah seperti berikut.
  1. Kewirausahaan merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi dan memperkuat proses demokratisasi suatu bangsa.
  2. Pendidikan formal di Indonesia hanya berfokus pada upaya mengembangkan pengetahuan bagaimana suatu bisnis harus dijalankan bukan mengembangkan sikap untuk berwirausaha.
  3. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan sisi hard skill bukan soft skill /sisi kognitif bukan afektif dan psikomotorik.
  4. Pola pendidikan ini tidak mengubah pola pikir dan sikap peserta didik agar memiliki kemauan dan kemampuan untuk berwirausaha.
  5. Lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7% dari 6 juta orang dan hanya di bawah 5% lulusan yang membuka usaha sendiri.
  6. Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat harus kuliah perlu dilakukan.
  7. Perubahan kurikulum memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif dan praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik serta guru dalam memahami kewirausahaan.
  8. Perubahan pola pendidikan ini akan menghasilkan lulusan pendidikan formal yang memiliki pola pikir untuk berwirausaha serta memiliki keterampilan dasar yang bermanfaat untuk berwirausaha kelak di kemudian hari.
Parafrasa wacana seperti berikut.
Kewirausahaan merupakan fondasi dan penguat pertumbuhan ekonomi dan demokratisasi suatu bangsa. Pendidikan formal secara umum berpengaruh dalam mengembangkan kewirausahaan, namun belum dapat menstimulan peserta didik untuk mau berwirausaha. Sistem pendidikan di Indonesia baru mengembangkan sisi kognitif yaitu memahami proses bisnis bukan menumbuhkan sikap berbisnis. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan hard skill daripada soft skill. Hal ini menyebabkan lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7 % dari 6 juta orang dan hanya kurang dari 5% yang membuka usaha sendiri. Perubahan pendidikan formal termasuk orientasi masyarakat yang mengharuskan kuliah perlu dilakukan. Namun, hal itu perlu didukung oleh bahan ajar yang atraktif dan praktis serta guru yang memahami kewirausahaan. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan lulusan pendidikan formal memilki pola pikir untuk berwirausaha dan mempunyai keterampilan dasar untuk modal berwirausaha kelak di kemudian hari.
sepadan atau ungkapan yang lebih mewakili pengertian yang panjang, tetapi dapat dipahami.
Jika ada kalimat langsung, ubahlah menjadi kalimat tidak langsung agar lebih singkat.
Ceritakan atau uraikan kembali dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan ringkas.

Semoga bermanfaat....

JENIS KATA DALAM BAHASA INDONESIA



JENIS KATA BAHASA INDONESIA
            Peraturan pembagian kata menurut pandangan tradisional di dasarkan pada pembagian kata menurut arti dengan jenis katanya. Pembagian kata menurut pandangan struktural didasarkan pada pembagian kata yang dititikberatkan pada struktur bahasa yang bersangkutan. Pandangan ini mengatakan bahwa setiap bahasa memiliki struktur yang berbeda satu dengan lainnya.
Bapak tata bahasa tradisional, Aristoteles,seorang ahl filsafat Yunani, mengelompokkan jenis kata menjadi 10 jenis, yaitu:

1.      Kata benda        = Substantiva
2.      Kata ganti          = Pronomina
3.      Kata kerja         = Verba
4.      Kata sifat           = Adjektiva
5.      Kata keterangan = Adverbia
6.      Kata bilangan    = Numeralia
7.      Kata depan        = Preposisi
8.      Kata sambung   = Konjungsi
9.      Kata sambung   = artikel
10.  Kata seru          = interjeksi

1.      KATA BENDA  (Subtantive)
Kata benda adalah kata yang menyatakan nama semua benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Menurut fungsinya (jabatannya) dalam kalimat, kata benda adalah kata yang lazimnya subjek (S) atau (O) objek.
Contoh :
Ibu membeli buku tulis
S                     O     O

a.       Pembagian Kata Benda
Menurut fungsi dan jabatannya dalam kalimat, kata benda dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu kata benda konkret dan kata benda abstrak.
1)      Kata Benda Konkret
Kata benda konkret adalah kata benda yang tertangkap oleh pancaindra atau dapat dirupakan. Yang termasuk kata benda konkret adalah:
a)      Nama diri              : nama-nama benda tertentu, misalnya Alfian, Bantaeng, Tolitoli dan sebagainya.
b)      Nama jens             : benda-benda tertentu yang jenisnya bersamaan, misalnya : mobil, rumah, orang, binantang, dan sebagainya.
c)      Nama zat               : benda-benda yang berarti bahan, misalnya: air, tanah, besi, minyak, emas, dan sebagainya.
d)     Nama kumpulan    : misalnya, pegunungan, lautan, daratan, dan sebagainya.
2)      Kata Benda Abstrak, yaitu kata benda yang tidak dapat diungkapakan oleh pancaindera. Yang termasuk kata benda abstrak adalah:
a)      Nama keadaan      : misalnya kebahagian, kemakmuran, kemiskinan, dan sebagainya.
b)      Nama pekerjaan    : misalnya tugasnya, lainnya, kerjanya, suaranya,dan sebagainya.
c)      Nama sifat             : misalnya kemiskinan, kekayaan, kecurangan, kegemaran, dan sebagainya.
d)     Nama ukuran         : misalnya, volume, isi, panjang, luas, beratnya, dan sebagainya.
e)      Nama panggilan    : misalnya, keyakinan, kepercayaan, keuntungan, kerugian, dan sebagainya.

b.      Bentuk Kata Benda
Bentuk kata benda dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 2 bagian. Yaitu:
1)      Kata dasar,  irama benda yang terdiri atas kata dasar, kata yang tidak berimbuhan ataupun kata ulang.
Contoh: buku, pensil, orang, laut, air,dan sebagainya.
2)      Kata jadian, kata benda yang merupakan kata jadian, yaitu nama benda yang terdiri atas:
a)      Kata jadian yang sebenarnya, misalnya; penulis, kedududkan, kelahiran, kecurangan, dan sebagainya.
b)      Kata ulang, misalnya: rawa-rawa, pulau-pulau,rumah-rumah, dan sebagainya.
c)      Kata majemuk, misalnya : rumah makan, papan tulis, mata air, dan sebagainya.

2.      KATA GANTI ( Pronomina)
Kata ganti adadalah kata yang menggantikan benda atau sesuatu yang dbendakan. Kata ganti dapat dibedakan menjadi:
a.       Kata ganti orang, yaitu kata yang menggantikan orang atau benda penggantinya.
Contoh :
1)      Kata ganti orang 1 :  orang yang berbicara, yaitu:
-          Kata ganti orang  I tunggal : aku , saya, hamba
-          Kata ganti orang I jamak    : kita , kami

2)      Kata ganti orang II : orang yang diajak berbicara, yaitu:
-          Kata ganti orang II tunggal : kamu, engkau, tuan
-          Kata ganti orang II jamak    : anda , kalian

3)      Kata ganti orang III : orang yang dibicarakan, yaitu:
-          Kata ganti orang III tunggal : ia, dia, beliau
-          Kata ganti orang III jamak   : mereka
b.      Kata ganti kepunyaan, yaitu kata ganti yang menunjukkan milik, biasanya terletak dibelakang kata benda yang diterangkan,dan bentuknya diringkaskan.
Misalnya: aku, ku, mu, nya.
c.       Kata ganti penunjuk, yaitu kata ganti yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu : biasanya ditempatkan dibelakang kata benda, waktu, keadaan, dan kejadian-kejadian yang ditunjukkan. Misalnya : ini, itu.
d.      Kata ganti penghubung, yaitu kata yang menghubungkan suatu kata benda  dengan sifat-sifatnya atau dengan kata yang menerangkannya.
Misalnya: yang, tempat, dimana
e.       Kata ganti tanya, yaitu kata yang menanyakan benda atau yang dibendakan serta keterangannya.
Misalnya: apa, siapa, mana, bagaimana, berapa
1)      Fungsi kata ganti orang, antara lain:
-          Penunjuk pelaku, sebagai subjek;
-          Penunjuk milik/kepunyaan, selaku mengikuti kata benda miliknya;
-          Menyatakan objek penderita (O1);
-          Menyatakan objek penyerta (O2);
-          Menyatakan objek pelaku (O3);
-          Menyatakan pertalian maksud, ditempatkan dibelakang kata tugas/depan.
2)      Fungsi kata ganti penunjuk, antara lain:
-          Menunjuk waktu, dan
-          Sebagai kata sandang.
3)      Fungsi kata ganti penghubung, antara lain:
-          Sebagai penghubung kata benda dengan kata lain;
-          Pengantar anak kalimat;
4)      Fungsi kata ganti tanya, antara lain:
-          Menanyakan benda;
-          Menanyakan sifat;
-          Menanyakan waktu;
-          Menanyakan situasi,dan sebagainya.
3.      KATA KERJA (Verb)
Kata kerja adalah kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan.
Contoh;
-          Ibu memasak di dapur.
-          Adik bermain-main di halaman.
-          Matahari hampir terbenam.
a.       Ciri – ciri kata kerja
1)      Biasanya bukan kata pertama dalam kalimat;
2)      Dapat didahului leh kata-kata, seperti; akan, hendak, sedang, sudah, hampir.
Contoh : akan pulang, hendak makan, sedang bekerja, sudah berangkat, hampir jatuh.
3)      Tidak dapat didahului oleh awalan ter- yang berarti paling.
b.      Bentuk – bentuk Kata Kerja
1)      Bentuk kata dasar, misalnya: makan, minum. Pulang, pergi. Dan sebagainya.
2)      Bentuk kata berimbuhan, misalnya: menulis, bekerja, memakan, menari, dan sebagainya.
3)      Bentuk kata ulang, misalnya: berjalan-jalan, memukul-mukul,menari-nari, berteriak-teriak,dan sebagainya.
4)      Bentuk kata majemuk, misalnya: berkeras hati, bermain api, memeras keringat, dan sebagainya.
c.       Fungsi Kata Kerja
1)      Subtantiva (sebagai subjek/S)
Contoh :
Memahat/ memerlukan/ keahlian
      S              P                  O
2)      Predikatif (sebagai predikat)
Contoh
Ibusedang memasak
 S               P
3)      Atributif ( sebagai kata sifat menerangkan S/ Ket.S)
Contoh
Anakbelajar / jangan disuruh
   S        ket.S              P
4.      KATA SIFAT (Adjektiva)
Kata sift adalah kata yang menyatakan/menerangkan sifat khusus, watak, atau menyifatkan benda atau yang dibendakan.
Contoh:
pekarangan luas.
Barang mahalbiasanya tahan lama.
a.       Ciri-ciri Kata Sifat
Kata sifat umumnya berada sesudah kata benda, tetapi tidak semua kata yang menerangkan kata benda merupakan kata sifat.
Contoh
Rumah kayu
Buku bacaan
Kayu dan bacaanbukan kata sifat
b.      Bentuk /macam Kata Sifat
1)      Kata sifat yang berbentuk dari kata dasar.
Contoh: cerdik, pintar, bodoh, tua, muda, cantik, kurus, gemuk, dan sebagainya.
2)      Kata sifat yang berbentuk dari kata ulang.
Contoh: cantik-cantik, warna-warni,berlubang-lubang,dan sebagainya.
3)      Kata sifat yang berbentuk dari frase.
Contoh: berhati mulia, berjiwa besar, berpikiran maju, baik hati, dan sebagainya.
4)      Kata sifat yang berbentuk dari kata serapan/punggut
Contoh: primer, sekunder, amoral, produktif, asosial, aktivitas, dan sebagainya.
c.       Fungsi Kata Sifat
1)      Subtantif (sebagai subjek/S)
Contoh : putih/ tanda suci
                 S            P
2)      Predikatif (sebagai predikat/ P)
Contoh : Barang itu / mahal
                   S                P
3)      Atributif ( Sebagai keterangan Subjek. Ket. S)
Contoh : mobilmewah itu sangat mahal
                  S      ket. S                P
d.      Tingkat Perbandingan Kata Sifat
Tingkat perbandingan adalah tingkat-tingkat sifat suatu benda yang dibentuk dengan kata lain/ imbuhan sehingga membentuk frase.
Ada 4 jenis tingkat perbandingan, yaitu:
1)      Tingkat kurang            =  kurang pandai, kurang tinggi
2)      Tingkat sama               =  sama pintar, sama pendek
3)      Tingkat lebih               = lebih baik, lebih makmur
4)      Tingkat sangat/paling = sangat rajin, paling kaya, sangat sederhana, palingmewah

e.       Perluasan Kata Sifat
Kata sifat dapat diperluas dengan cara sebagai berikut:
1)      Kata sifat didahulu dengan kata kurang,sama, lebih sangat/paling, atau ditambah dengan kata sekali.
Contoh:
Kurang pandai, sama pandai, lebih pandai, sangat/paling, dan pandai sekali.
2)      Menambah awalan se- dan akhiran –nya
Contoh :
Setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, secepat-cepatnya.
f.       Perubahan Jenis Kata
Kata sifat dapat dirubah menjadi kata benda dengan cara sebagai berikut
1)      Menambahkan akhiran –nya.
Contoh :
Manis  = manisnya
Tinggi  = tingginya
2)      Menambahkan awalan pe-
Contoh
Takut   = penakut
Malas   = pemalas
Mabuk = pemabuk
3)      Menambahkan konfiks ke-an
Contoh
Indah   = keindahan
Ramai  = keramaian
Mewah            = kemewahan
5.      KATA KETERANGAN (Adverbia)
Kata keterangan adalah kata yang menerangkan kata yang bukan kata benda. Jadi kata keterangan dapat menerangkan kata kerja, kata sifat, kata bilangan, dan sebagainya.
Contoh
-          Menerangkan kata kerja : berlari cepat
-          Menerangkan kata sifat : lahan yang sangat subur
-          Menerangkan kata bilangan : hampir satu bulan
Menurut artinya, kata keterangan dapat dibagi menjadi:
a.       Keterangan Waktu
1)      Masih berlaku, misalnya : sedang, sekarang, lagi, baru, tengah, dan sebagainya.
2)      Sudah lalu, misalnya : telah, baru-baru ini, sudah, habis, dan sebagainya.
3)      Akan datang, misalnya: besok, lusa, nanti, kemudian, dan sebagainya.
4)      Frekuensi, misalnya: kadang-kadang, jarang, sering, pernah, dan sebagainya.
5)      Lamanya perbuatan, misalnya : berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, dan sebagainya.
b.      Kata Keterangan Tempat
Kata keterangan tempat umumnya ditambah dengan kata depan : di, ke, dari, ke sana, ke sini, hingga, sampai, dan sebagainya.
c.       Kata Modalitas
Kata keterangan modalitas adalah kata keterangan yang menyatakan:
1)      Kepastian, misalnya ; tentu, pasti, misalnya, benar, dan sebagainya
2)      Kesangsian, misalnya : mungkin, barangkali, entah, dan sebagainya.
3)      Ingkaran, misalnya: tidak, jangan, mustahil, bukan, dan sebagainya.
4)      Keinginan, misalnya : semoga, mudah-mudahan, sebaiknya, seharusnya, dan sebagainya.
5)      Ajakan, misalnya : mari, ayo, baik, dan sebagainya.
6)      Pengakuan, misalnya : betul, benar, uya, dan sebagainya.
d.      Kata Keterangan Tekanan
Kata keterangan tekanan memberi tekanan atau penegasan pada kata atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya: pun, lah, kah, dan sebagainya.
e.       Kata Keterangan Sifat dan Jumlah
Kata keterangan sifat dan jumlah terdiri atas kata-kata seperti : sangat, amat, terlalu, makin, hampir, hanya, dan sebagainya.
6.      KATA BILANGAN (Numeralia)
Kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan/menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda.
a.       Kata Bilangan Utama, yakni:
1)      Kata bilangan utama tentu, misalnya: satu, dua, tiga, seratus, seribu, dan sebagainya.
2)      Kata bilangan utama tak tentu, misalnya: sedikit, banyak, semua, dan sebagainya.
b.      Kata Bilangan Tingkat, yakni:
1)      Kata bilangan tingkat tentu, misalnya: kesatu, kedua, orang kedua, soal keempat, dan sebagainya.
2)      Kata bilangan tingkat tak tentu, misalnya: kesekian, beberapa yang terakhir, dan sebagainya.
c.       Kata Bantu Bilangan
Misalnya: sebatang...., sebilah....., seutas...., secarik..., dan sebagainya.
cakrawala
bentuk-bentuk kata bilangan
1.      Kata bilangan asal, misalnya: satu, sepuluh, ratus, ribu, juta, dan sebagainya.
2.      Kata bilangan bersambungan, misalnya: kesatu, kedua, perempat, persepuluh, dan sebagainya.
3.      Kata bilangan berulang, misalnya: satu-satu, dua-dua, empat-empat, dan sebagainya.
4.      Kata bilangan majemuk, misalnya: dua ratus, tiga ratus, dua juta, lma belas, dan sebagainya.
7.      KATA DEPAN (Preposisi)
Kata depan atau kata perangkai adalah kata yang menghubungkan kata benda dengan kata lainnya. Pada umumnya terletak di depan kata benda, dan kata-kata yang dihubungkannya berlainan jabatannya. Contoh kata depan: dari, di, ke, dengan, karena, sebab, oleh karena, untuk, perihal, guna, sampai, hingga, dan sebagainya. Jenis kata depan ada dua, yaitu: kata depan sejati dan kata depan tak sejati.
a.       Kata depan sejati (Asli) : di, ke, dan dari
-          di         : menunjukkan pada suatu tempat.
-          Ke       : menunjukkan temapt yang dituju
-          Dari     : menunjukkan tempat yang ditinggalkan/asal.
b.      Kata depan tak sejati (Tak asli) : dapat dibedakan menjadi 3 macam, yakni:
1)      Kata depan tunggal (tak Majemuk), misalnya: akan, demi, dengan, untuk, antara, serta, pada, tentang, karena, atas, bagi, guna, dan sebagainya.
2)      Kata depan majemuk, selalu diawali dengan kata depan sejati: misalnya: daripada, dari luar, dari dalam, dari atas, ke atas, ke dalam.
3)      Kata depanyang berupa kata kerja, misalnya: hendak, sampai, menjelang, melayang.
Contoh:
-          Niatnya hendak pergi jauh (untuk)
-          Menunggu sampai malam (hingga)
8.      KATA SAMBUNG (Konjungsi)
Kata sambung atau kata penghubung adalah kata yang bertugas menghubungkan dua kalimat menjadi satu kalimat yang utuh.
Contoh :
a.       Ibu membeli sayur,ikan
Ibu membeli sayur dan ikan
b.      Badar bekerja sampai malam, badannya pegal-pegal.
Badar bekerja sampai malam hingga badannya pegal-pegal.
Berdasarkan sifat-sifat hubungan yang dilakukan oleh kata penghubung, maka kata sambung dapat menjadi beberapa macam:
a.       Menyatakan gabungan, misalnya : dan, serta, lagi, lagi pula.
b.      Menyatakan pilihan, misalnya: atau, baik......, maupun, atau.....atau.
c.       Menyatakan waktu, misalnya: waktu, bila ketika, sambil.
d.      Menyatakan sebab/akibat: karena, oleh karena itu, maka, sehingga, sebab.
e.       Menyatakan tujuan/maksud: agar, dengan, demikian, supaya, bila.
f.       Menyatakan penentangan: tetapi, pdahal, melainkan, sedangkan.
g.      Menyatakan pengandaian: seandainya, andaikata, andaikan.
h.      Menyatakan syarat: asal.asalkan, kecuali.
i.        Menyatakan kesertaan: bersama, dengan, beserta.
j.        Menyatakan perlawanan: walaupun, meskipun, sungguhpun, namun.
k.      Menyatakan perbandingan: seperti, sebagai, laksana.
l.        Menyatakan peningkatan: makin, semakin, makin.....makin, kian.....kian.
m.    Menyatakan penjelasan: adalah, ialah, yaitu, yakni.
n.      Menyatakan kesinambungan: mula-mula......, akhirnya......., setelah itu......
catatan:
        Untuk menentukan perbedaan jenis kata sambung, kata depan, kata keterangan, dan sebagainya kadang-kadang aga sulit, hal ini karena belum ada batas tertentu untuk menentukan jenis-jenis kata tersebut.
Perhatikan perbedaan kata sambung dengan kata depan berikut!
-          Ibu memotong sayur dengan pisau (dengan=kata depan)
-          Ibu pergi dengan adik (dengan kata sambung)
9.      KATA SANDANG (Artikel)
Kata sandang adalah kata yang menentukan atau membatasi kata benda. Kata sandang umumnya terletak didepan (sebelum) kata benda.
Pengguna kata sandang
a.       Menjadikan kata-kata atau bagian kalimat bersifat kata benda.
b.      Memberikan kententuan kepada kata benda.
Kata sandang terdiri atas 8 macam, yakni : si, sang, hang, dang, para, yang, se, nya.
a.       Kata sandang si
Dipakai untuk nama diri, orang, atau binantang, misalnya si manis, si ana, si juara, si kucing.
b.      Kata sandang sang
Dibakai sebagai berikut:
-          Di depan nama-nama dewa : sang Siwa, sang Surya, sang Candra.
-          Sebagai gelar raja: sang Prabu.
-          Di depan jenis hewan dalam dongeng : sang Kancil, sang Gajah.
-          Di depan benda yang dihormati: sang merah-putih, sang Dwi Warna.
c.       Kata sandang hang
Hanya dipakai dalam bahasa melayu klasik, untuk gelar laki-laki yang mulia, misalnya: hang tuah, hang jabat.
d.      Kata sandang dang
Dipakai sebagai penunjuk wanita yang mulia, misalnya: Dang Sutinah.
e.       Kata sandang para
Digunakan penunjuk yang lebh terhormat dan penunjuk jamak, misalnya: para undangan, para pendengar, para hadirin.
f.       Kata sandang yang
Dipakai sebagai berikut
-          Di muka kata benda: kamera yang mahal, siswa yang baik.
-          Di muka kata keadaan: yang suka, yang gembira, yang senang, yang elok.
-          Di muka kata ganti benda: yang itu, yang ini.
-          Di muka kata bilangan: yang kedua, yang kesepuluh.
Selain kata sandang yang dapat juga berfungsi sebagai kata ganti penghubung.
Contoh:
-          Siswa yang berkelahi.......
-          Buku yang dibeli.......
g.      Kata sandang se
Dipakai sebagai kata sandang tak tentu, misalnya: seorang, seekor, seutas.
h.      Kata sandang nya
Dipakai sebagai kata sandang penentu dan dipakai sebagai akhiran, misalnya: bukunya, saatnya,kerjanya, waktunya.
10.  KATA SERU (Interjeksi)
Kata seru adalah kata yang menyatakan luapan perasaan atau emosi.
Kata seru, mempunyai ragam dan variasi.
a.       Kata seru yang berdiri sendiri
Contoh:
Wah! Astafirullah!
b.      Kata seru yang rangkaiannya berbeda, kedudukan terpisah, dan tidak mempunyaijabatan dalam kalimat.
Contoh:
Ah kamu jangan berbuat kejam!
Hei/ mau/ kemana /engkau!
      P           K          S


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons